Jumat, 11 Juli 2014

Maaf, Ayah....



"Barakallahu lakuma wa jama'ah baynakuma fii khoir...
Semoga bisa membentuk keluarga yang sakinah-mawaddah-warohmah-wa dakwah saudariku..."

Sekali lagi kutatap undangan berwarna merah jambu itu, ya tidak salah lagi... kau hebat saudariku, kau berani mengambil keputusan di saat kebanyakan teman2 yang seusia denganmu lebih memilih fokus dan berkutat seputar akademik, kau memilih selangkah lebih maju menyempurnakan separuh dien-mu. Dan aku masih tersenyum getir tapi juga bahagia seakan tak percaya, bagaimana kau bisa mengambil keputusan se berani dan sehebat itu? 
Ah, kupikir tidak ada yang aneh dengan pilihanmu, karena itu sangat wajar untuk usia-usia seperti ini. Bahkan mungkin rentang usia 21-25 adalah cukup ideal bagi seorang perempuan untuk menikah. Kau seusia denganku 22 tahun, usia yang manis bukan tapi pilihan kita jauh berbeda. Kau mantap melangkah ke jenjang pernikahan, hebat saudariku.. sementara aku masih saja ragu, takut, tidak fokus, dan mulai gelisah. 
Ah, Gelisah? kenapa memangnya? 
Ok, mari kita runut penyebab kegelisahan itu?
1. IPK turun?
2. Gak lolos lomba karya tulis?
3. Kalah lomba debat bahasa inggris?
4. Toeflmu gak lolos lagi?
5. Kalah saing untuk jadi calon wisudawan terbaik?
6. Envy sama prestasi teman?
7. Rempong jadi ketua panitia seminar?
8. Kadep organisasi yg sok sibuk?
9. Jarang pulkam? Kangen bapak-ibu?
10. Skripsi gak kelar2?
11. Dimarahi dosen pembimbing?
12. dsb..,

Ah, aku rasa poin penyebab kegelisahan 1-12 itu aku sudah kebal, malah tidak terlalu gelisah...lalu kenapa?
aku teringat sebuah buku yg tak sengaja kubaca di salah satu toko buku di Surabaya. Pada halaman belakang tertulis:
"Bila canda-tawa teman sudah tidak bisa menyenangkan hati... maka sudah saatnya menikah"
"Bila perhatian ayah-ibu sudah tidak cukup menentramkan hati...maka sudah saatnya menikah"
"Bila kau tidak bisa menjawab semua kata bila itu...maka sudah saatnya menikah"

Malam semakin larut, kemudian ayah dan datang lalu bertanya "sudah tidur, jangan di forsir mengerjakan skripsi terus"
"maaf ayah, kali ini aq sedang menulis bukan megerjakan skripsi"

ya Allah, maaf Ayah....
apa aku sudah menghianati ayah, untuk terus menjadi putri kebanggannya yg handal dalam akademik, sedikit pun Ayah tiada pernah lelah menyayangi dan memberikan yang terbaik...
Hanya saja ayah, maaf aku bukan lagi putri kecilmu yang dulu
Maaf ayah, jika aku mulai merindukan yang lain namun aku tak tahu siapa yang aku rindukan
Ingin aku renyah bercerita semua isi hatiku padamu seperti di masa kecil dulu yg begitu renyahnya aku menceritakan nilai hasil ulangan harianku, saat nilainya jelek maka kau akan mengajariku untuk memperbaikinya diujian selanjutnya..
Tapi, kali ini aku begitu malu, bibirku begitu kelu Ayah untuk sekedar bilang "Ayah, aku mencintai seseorang" atau "Ayah, ada yang ingin meminangku, bagaimana seharusnya?". Padahal betapa inginnya aku menjadikan engkau ayah yang pertama kali kuceritakan dan kujadikan tempat bercurah hati saat kegelisahan itu datang..

tapi Ayah, aku tidak tahu harus memulainya darimana.. karena aku sudah berkesimpulan dari sikapmu yang tak pernah sedikit saja menyinggung persoalan itu padahal banyak yang tersimpan di hati ini..
karena perbincangan kita soal masa depanku masih terhenti di: segera cari kerja setelah lulus nanti ya Nak, kamu anak ayah yg palin pintar jadi mudah bagimu untuk peroleh pekerjaan yang baik. Kamu harus jadi PNS sekaligus dosen. Cari beasiswa S-2, kalaupun tak dapat ayah masih sanggup membiayaimu hingga S-2.

Dan aku dengan nada bangga sekaligus percaya diri menjawab "Pastinya ayah, doain ya biar bisa dapet S-2 ke luar negeri". aku tahu ayah bersikap seperti itu, karena aku selalu menunjukkan diriku yang smart selalu di depan ayah padahal ayah tiada pernah tahu betapa putri kecil kebanggannya kini juga menyimpan rahasia hati yg berbeda sekali dengan tampilan luar.

maka ayah, aku tidak tahu bagaimana harus memulainya..ya Allah, sungguh aku tak sanggup menyampaikannya pada ayah, hanya padaMu ku berharap sampaikanlah rasa hati ini pada Ayah...

Dan Ayah sungguh ketika aku telah menikah nanti, kau tetap lelaki pertama yang akan tetap dan selalu kucintai dalam hidupku..

T.T

#ditulis di tengah kegelisahan penyelesaian skripsi dan kerisauan hati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar